Pages

27.1.13

Your Friends and Your Life


Lumayan jarang aku nulis sesuatu tentang pertemanan. Baru-baru ini aja, ketika aku udah masuk dunia SMA yang absurd bukan main, aku sadar gunanya temen itu buanyak banget (ditambah dengan ilmu sosiologi yang baru setengah tahun di dapat).

Here we are. I told you the fact!

We need friends, right? Aku butuh teman. Bagiku temen itu penting banget. Sadar nggak sadar, temen punya peran besar dalam hidupku. Temen sebangku itu temen sehati, kata Wakasek Kurikulum di sekolah. Iya. Temen sebangkuku selama ini, sepanjang eksistensiku di sekolah, adalah temen sehati yang solid abis. Kemana-mana bareng, ngapa-ngapain bareng. Pokoknya nggak terhitung berapa banyak hal yang kita lakukan bareng-bareng.


Kesimpulannya, kita butuh temen yang andilnya besar banget dalam hidup kita.

Sebelum postingan ini, aku pernah mosting tentang buku yang keren banget, judulnya Secrets of Succesful Teens. Ada salah satu bab yang menjelaskan pentingnya temen dan apa hubungannya dengan kehidupan kita. Dulu, jauh sebelum baca buku ini, aku sudah pernah dengar masalah-masalah yang mungkin aja timbul karena teman kita. Ternyata, ada buku yang membahas tentang ini.

Apa sih pengaruhnya teman buat kita? Well, kalau menurutku pribadi, teman itu mempengaruhi kita karena kita sendiri. Loh? Iya. Apa yang dilakukan teman cenderung kita lakukan juga. Kenapa? Karena biasanya kita ingin terlihat normal di sebuah kelompok tertentu. Kita melakukan hal-hal yang ‘normal’ dilakukan kelompok yang kita ikuti. Kalau kita nggak melakukannya, kita akan terlihat aneh dan ditolak, satu-satunya hal yang sebenarnya kita hindari.

Ada satu kenyataan yang lucu sekali. Mamaku pernah beli kepiting, dua kali di waktu yang berbeda. Yang pertama mama cuma beli satu kepiting buat percobaan adikku di sekolah. Waktu kepiting itu ditaruh di ember, dia berhasil keluar sebelum mamaku ngikat dia pakai tali. Kedua mama beli kepiting banyak dan ditaruh di ember semua. Fakta yang berbeda, nggak ada satu pun kepiting yang keluar dari ember. Tiap kali ada yang merangkak keluar, kepiting lain akan menarik kepiting yang merangkak keluar, jadi nggak ada yang bisa bebas.

Dari cerita di atas, ada nggak yang bisa nangkep maksudnya? Satu kepiting bisa bebas dan sukses, tapi temen-temennya malah menarik dia kembali ke ember dan menjauhkannya dari kebebasan. Seperti itulah kita dan teman-teman kita.

Pengaruh teman seperti ini, yang berbau dan negatif dan membuat kita jauh dari kebebasan dan aura positif kita sebut sebagai tekanan teman sebaya. Pernah nggak mengalami yang seperti ini? Aku pernah. Dari sekian banyak hal-hal yang nggak ingin aku lakukan, ada beberapa bagian yang justru datang dari teman sepermainan dan aku melakukannya! Misalnya nyontek, nggak ngerjain PR, nggak belajar, atau hal-hal lumrah lainnya yang sering kita lakukan dan kita tahu itu nggak benar.

Here’s the Ben’s story.

Ben itu anak yang pintar, pandai, ganteng, dan friendly sekali. Sayangnya, Ben berteman dengan geng motor, anak-anak yang hobi merokok dan melakukan hal-hal buruk lainnya. Kebayang kan jadinya gimana. Lama-lama Ben ikut ngerokok, nyontek, nggak belajar, pulang malam, dan hal-hal lain yang wajar aja dilakukan di kelompoknya.

Suatu malam, Ben ikutan nyuri di sebuah rumah karena teman-temannya melakukan hal yang sama. Atas dasar setia kawan dan solidaritas, Ben ikut masuk dan mengambil barang-barang berharga. Padahal, Ben itu tajir!! Walaupun dia tajir, anak baik-baik (awalnya), dan pandai, Ben dijatuhi hukuman 5 tahun penjara pada akhirnya.

So, guys. That’s the truth. Pengaruh teman itu luar biasa, bahkan bisa lebih dari pengaruh keluarga sendiri. Sounds crazy, but that’s all!!

Kalau kita memang punya teman yang memberi pengaruh negatif, meninggalkan mereka bukan pilihan yang bagus dan gampang, apalagi kalau pada dasarnya kita udah klop banget sama temen kita itu. Memang salah kalau kita tetap berteman dengan mereka, tapi akan sulit kalau kita pergi ninggalin mereka. Untuk merubah pengaruh mereka, yang kita perlu lakukan adalah merubah diri kita dulu.

Memang jauh lebih susah. Kita akan dianggap aneh, idiot, dan ditolak. Tapi percaya deh. Kalau kita niat berubah, mereka nggak akan melihat itu sebagai hal yang nggak wajar. Justru, perlahan-lahan, mereka akan ikut berubah seperti kita. Jadilah elang dan bukan domba. Kalau kita berubah diri kita, dunia luar kita (lingkungan dan teman) akan ikut berubah, itu kuncinya.

Hal lain, jangan takut bilang tidak. Aku sudah pernah merasakan nggak enaknya melakukan hal-hal yang aku sendiri nggak mau melakukannya. Mendengarkan kata hati itu penting, loh...

Nah, guys, sekarang aku sudah bisa memilih teman yang baik. Temen sebangkuku kali ini, teman sehati dan paling absurd adalah cewek tomboi, pinter, dan rajin setengah mati. Kerjaannya belajar terus kalau ada waktu luang. Tapi anaknya juga asik buat diajak hangout dan curhat habis-habisan. Keren dah pokoknya. Mungkin bakal aku tampilin profilnya kali ya (kalau anaknya tahu aku bisa di cabik-cabik).

Oh, ya. Satu lagi, guys. Walaupun temen kita udah positif (kayak temenku tadi), kita tetep aja nggak bakal berubah kalau kita sendiri nggak mau berubah. Semester lalu aku salut banget sama temenku. Dia rajin belajar dan nilainya bagus-bagus. Tapi aku nggak berubah dan nggak mendorong diriku sendiri walaupun dia sering banget ngasih wejangan-wejangan yang memotivasi. Sekarang, tiap kali dia memotivasi, aku selalu mendengarkan dengan baik dan mendorong diriku sendiri untuk ikut termotivasi dan meniru hal-hal positif dari dia.

Nah, secuil pengalamanku itu sudah aku share ke kalian semua. Hope you get it, guys. Last question! Gimana teman kalian???

Regards,
Mel