Lumayan jarang aku nulis sesuatu tentang pertemanan. Baru-baru
ini aja, ketika aku udah masuk dunia SMA yang absurd bukan main, aku sadar
gunanya temen itu buanyak banget (ditambah dengan ilmu sosiologi yang baru
setengah tahun di dapat).
Here we are. I told you the fact!
We need friends, right? Aku butuh teman. Bagiku temen itu
penting banget. Sadar nggak sadar, temen punya peran besar dalam hidupku. Temen
sebangku itu temen sehati, kata Wakasek Kurikulum di sekolah. Iya. Temen sebangkuku
selama ini, sepanjang eksistensiku di sekolah, adalah temen sehati yang solid
abis. Kemana-mana bareng, ngapa-ngapain bareng. Pokoknya nggak terhitung berapa
banyak hal yang kita lakukan bareng-bareng.
Kesimpulannya, kita butuh temen yang andilnya besar banget
dalam hidup kita.
Sebelum postingan ini, aku pernah mosting tentang buku yang
keren banget, judulnya Secrets of Succesful Teens. Ada salah satu bab yang
menjelaskan pentingnya temen dan apa hubungannya dengan kehidupan kita. Dulu,
jauh sebelum baca buku ini, aku sudah pernah dengar masalah-masalah yang
mungkin aja timbul karena teman kita. Ternyata, ada buku yang membahas tentang
ini.
Apa sih pengaruhnya teman buat kita? Well, kalau menurutku
pribadi, teman itu mempengaruhi kita karena kita sendiri. Loh? Iya. Apa yang
dilakukan teman cenderung kita lakukan juga. Kenapa? Karena biasanya kita ingin
terlihat normal di sebuah kelompok tertentu. Kita melakukan hal-hal yang ‘normal’
dilakukan kelompok yang kita ikuti. Kalau kita nggak melakukannya, kita akan terlihat
aneh dan ditolak, satu-satunya hal yang sebenarnya kita hindari.
Ada satu kenyataan yang lucu sekali. Mamaku pernah beli
kepiting, dua kali di waktu yang berbeda. Yang pertama mama cuma beli satu
kepiting buat percobaan adikku di sekolah. Waktu kepiting itu ditaruh di ember,
dia berhasil keluar sebelum mamaku ngikat dia pakai tali. Kedua mama beli
kepiting banyak dan ditaruh di ember semua. Fakta yang berbeda, nggak ada satu
pun kepiting yang keluar dari ember. Tiap kali ada yang merangkak keluar,
kepiting lain akan menarik kepiting yang merangkak keluar, jadi nggak ada yang
bisa bebas.
Dari cerita di atas, ada nggak yang bisa nangkep maksudnya? Satu
kepiting bisa bebas dan sukses, tapi temen-temennya malah menarik dia kembali
ke ember dan menjauhkannya dari kebebasan. Seperti itulah kita dan teman-teman
kita.
Pengaruh teman seperti ini, yang berbau dan negatif dan
membuat kita jauh dari kebebasan dan aura positif kita sebut sebagai tekanan
teman sebaya. Pernah nggak mengalami yang seperti ini? Aku pernah. Dari sekian
banyak hal-hal yang nggak ingin aku lakukan, ada beberapa bagian yang justru datang
dari teman sepermainan dan aku melakukannya! Misalnya nyontek, nggak ngerjain
PR, nggak belajar, atau hal-hal lumrah lainnya yang sering kita lakukan dan
kita tahu itu nggak benar.
Here’s the Ben’s story.
Ben itu anak yang pintar, pandai, ganteng, dan friendly
sekali. Sayangnya, Ben berteman dengan geng motor, anak-anak yang hobi merokok
dan melakukan hal-hal buruk lainnya. Kebayang kan jadinya gimana. Lama-lama Ben
ikut ngerokok, nyontek, nggak belajar, pulang malam, dan hal-hal lain yang wajar
aja dilakukan di kelompoknya.
Suatu malam, Ben ikutan nyuri di sebuah rumah karena
teman-temannya melakukan hal yang sama. Atas dasar setia kawan dan solidaritas,
Ben ikut masuk dan mengambil barang-barang berharga. Padahal, Ben itu tajir!! Walaupun
dia tajir, anak baik-baik (awalnya), dan pandai, Ben dijatuhi hukuman 5 tahun
penjara pada akhirnya.
So, guys. That’s the truth. Pengaruh teman itu luar biasa,
bahkan bisa lebih dari pengaruh keluarga sendiri. Sounds crazy, but that’s
all!!
Kalau kita memang punya teman yang memberi pengaruh negatif,
meninggalkan mereka bukan pilihan yang bagus dan gampang, apalagi kalau pada
dasarnya kita udah klop banget sama temen kita itu. Memang salah kalau kita
tetap berteman dengan mereka, tapi akan sulit kalau kita pergi ninggalin
mereka. Untuk merubah pengaruh mereka, yang kita perlu lakukan adalah merubah
diri kita dulu.
Memang jauh lebih susah. Kita akan dianggap aneh, idiot, dan
ditolak. Tapi percaya deh. Kalau kita niat berubah, mereka nggak akan melihat
itu sebagai hal yang nggak wajar. Justru, perlahan-lahan, mereka akan ikut
berubah seperti kita. Jadilah elang dan bukan domba. Kalau kita berubah diri
kita, dunia luar kita (lingkungan dan teman) akan ikut berubah, itu kuncinya.
Hal lain, jangan takut bilang tidak. Aku sudah pernah
merasakan nggak enaknya melakukan hal-hal yang aku sendiri nggak mau
melakukannya. Mendengarkan kata hati itu penting, loh...
Nah, guys, sekarang aku sudah bisa memilih teman yang baik. Temen
sebangkuku kali ini, teman sehati dan paling absurd adalah cewek tomboi,
pinter, dan rajin setengah mati. Kerjaannya belajar terus kalau ada waktu
luang. Tapi anaknya juga asik buat diajak hangout dan curhat habis-habisan. Keren
dah pokoknya. Mungkin bakal aku tampilin profilnya kali ya (kalau anaknya tahu
aku bisa di cabik-cabik).
Oh, ya. Satu lagi, guys. Walaupun temen kita udah positif
(kayak temenku tadi), kita tetep aja nggak bakal berubah kalau kita sendiri
nggak mau berubah. Semester lalu aku salut banget sama temenku. Dia rajin
belajar dan nilainya bagus-bagus. Tapi aku nggak berubah dan nggak mendorong
diriku sendiri walaupun dia sering banget ngasih wejangan-wejangan yang
memotivasi. Sekarang, tiap kali dia memotivasi, aku selalu mendengarkan dengan
baik dan mendorong diriku sendiri untuk ikut termotivasi dan meniru hal-hal
positif dari dia.
Nah, secuil pengalamanku itu sudah aku share ke kalian
semua. Hope you get it, guys. Last question! Gimana teman kalian???
Regards,
Mel